02 September, 2007

Penyesalan Pemilik Sawah Balongnongo

Suatu hari beberapa orang yang mengaku dari sebuah perusahaan dengan diantar orang kelurahan Renokenongo mendatangi rumah Pak Imron di Dusun Balongnongo, itu merupakan awal dari terjualnya sawah warisan, menurut keterangan sawah itu akan dijadikan sebuah peternakan ayam. Ternyata kini jadi sumur eksplorasi Banjarpanji#1 yang menghebohkan dunia. Tanpa rasa curiga pak Imron melepas tanahnya dengan harga yang disepakati melalui telepon dengan dengan orang kelurahan, nampaknya pelepasan hak itu dilakukan tanpa negosiasi yang panjang dan tertutup. Naif. Pak Imron yang memiliki Toko Jamu dan Pracangan"Mbah Jenggot" ini, menerangkan dengan tatapan mata menerawang jauh ,’’Kadosipun regi sabin-sabin warga niku ditawar mboten sami, wong di rembug liwat telpon lan criose’ badhe di damel peternakan ayam’’ Dengan duduk lemas di sofa Posko Tagana Jatim dia melanjutkan keluhannya ,’’Kulo nggih gello, menawi juntrung e trus ngaten onten musibah lumpur tur omah lan TPQ anak kulo tumut kelem. Dospundi gantos e omah lan TPQ niku, kulo nyambut pitulungan ne ’’ Pak Imron dan Ustadz Umar, bapak dan anak ini datang ke posko untuk minta bantuan pengurusan relokasi sementara TPQ Hidayatulloh, mereka berpandangan dalam situasi dan kondisi begini pendidikan anak-anak berbasis keagamaan harus terus dilakukan. Namun apa daya untuk memindahkan dan mengadakan 3 (tiga) ruang kelas, fasilitas belajar-mengajar dan 4 (empat) tenaga pengajar yang sudah tercerai berai itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. "Sabin kulo niku waris saking tiang sepah, nggih dibagi kaleh dhulur-dhulur," lanjut Pak Imron sambil menundukkan kepalanya seolah menyesali dan merasa bersalah atas semua peristiwa menyedihkan ini. Ustadz Umar menanyakan tentang keberadaan berikutnya TPQ Hidayatulloh yang dipimpinnya ,"Bisakah diajukan relokasi sementara TPQ saya pak, karena kasihan anak-anak tidak mengaji lagi dan tenaga pengajar yang menganggur tanpa pekerjaan" Kemudian disepakati untuk dibuat pengajuan dengan proposal ke Lapindo Brantas Inc., namun Staff pihak korporasi menyampaikan ," Tergantung rekomendasi BPLS pak!?, kalau OK kita tinggal melaksanakan pembayarannya". Ironisnya lagi upaya bertemu dengan Ketua maupun Staff BPLS sangat sulit, dan sampai saat ini pengajuan rehabilitasi sosial untuk bidang pendidikan non formal itu tak ada juntrungnya, atau mungkin tak pernah ada. Runyam, sawah warisan terjual, rumah, toko jamu-pracangan dan TPQ tenggelam, sanak saudara tercerai berai dan kampung pun musnah. Bingung kemana lagi akan mengadu dan yang tinggal hanya penyesalan mendalam.